Peranan Pers Dalam Masyarakat Demokratis



MENGEVALUASI PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI




3.1 MENDESKRIPSIKAN PENGERTIAN, FUNGSI  DAN PERAN SERTA PERKEMBANGAN PERS DI INDOENSIA

3.1.1. PENGERTIAN, FUNGSI  PERS DALAM MASYARAKAT YANG DEMOKRATIS
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis,, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat mendasar untuk mewujudkan keadilan, kebenaran memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini dijamin melalui pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, maka dari inilah peranan Pers dalam menyampaikan aspirasi rakyat diperlukan.
1. Pengertian Pers
Pengertian pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik  dan segala jenis saluran yang tersedia.
Istilah “pers” berasal dari kata persen(belanda) atau Press (Inggris). Kedua kata tersebut berarti “menekan”. Kata “menekan” itu merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas. Karena itu, istilah “pers” pada mulanya menunjuk pada wahana komunikasi massa berupa media cetak, terutama surat kabar dan majalah.
Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) istilah “pers” memiliki beragam makna, yaitu :
§         Usaha percetakan dan penerbitan ;
§         Usaha pengumpulan dan penyiaran berita;
§         Penyiaran berita melalui surat kabar, majalah dan radio;
§         Orang yang bekerja dalam penyiaran berita;
§         Medium penyiaran berita, seperti surat kabar, majalah, radio, televise dan film.

Kini umumnya istilah “pers” menunjuk pada berbagai jenis media massa, tidak hanya surat kabar, majalah, radio, televise dan film, tetapi juga internet. Kenyataan tersebut memperlihatkan bahwa istilah “pers” terus mengalami perluasan makna sesuai dengan perkembangan zaman, terutama perkembangan teknologi komunikasi.
Mengingat hal tersebut, tidaklah mengherankan kalau Undang – undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers memberikan batasan/ definisi yang luas dan berpandangan jauh kedepan mengenai pers:
“Pers adalah lembaga social dan wahana komunikasi masa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia” (Pasal 1, butir 1)
Dari definisi tersebut patut dicatat bahwa istilah pers memiliki dua arti, arti luas dan sempit. Dalam arti luas, pers menunjuk pada lembaga social (sebenarnya lebih tepat “pranata social”) yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. Dengan demikian, pers di sini merujuk pada kegiatan berpola untuk memenuhi kebutuhan masyakat akan informasi. Kegiatan berpola tersebut umumnya dijalankan oleh lembaga yang berorientasi profit/ mencari untung (perusahaan pers) ataupun lembaga non profit(lembaga swadaya masyarakat).
Sementara itu dalam arti sempit, pers merujuk pada wahana/media komunikasi massa. Media komunikasi massa tersebut merupakan produk kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan pers ataupun lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pers. Jelasnya, pers merujuk ppada berbagai media komunikasi massa( media massa), baik media massa elektronik maupun media massa cetak.
Dalam kehidupan sehari – hari, bilamana orang berbicara tentang pers, umumnya yang dirujuk adalah makna yang kedua atau makna yang sempit. Demikianlah, dalam perbincangan sehari – hari, istilah pers umumnya digunakan untuk merujuk wahana/ media komunikasi massa.
1.     Pengertian Pers
                Pers berasal dari bahasa Belanda, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut press, atau bahasa Perancisnya presse yang artinya tekan atau cetak. Istilah pers menurut UU Pers jelas berbeda dengan jurnalistik, hubungan kemasyarakatan, atau reporter. Di bawah ini pengertian pers menurut para ahli..
a.       Ensiklopedi Indonesia, pers merupakan nama seluruh penerbitan berkala yaitu koran, majalah, dan kantor berita.
b.      Ensiklopedi Pers Indonesia, pers merupakan sebutan bagi penerbit/perusahaan/kalangan yang berkaitan dengan media massa atau wartawan. Segala barang yang dikerjakan dengan mesin cetak disebut.
c.        Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, yang dimaksud dengan pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
d.      Prof. Oemar Seno Adji
1.      Pers dalam arti sempit adalah penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan kata tertulis.
2.      Pers dalam arti luas adalah memasukkan di dalamnya semau media mass communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan.
e.       L. Taufik
1.      Pers dalam arti sempit diartikan sebagai surat kabar, koran,majalah, tabloid, dan buletin-buletin kantor berita. Jadi pers terbatas pada media cetak.
2.      Pers dalam arti luas mencakup semua media massa, termasuk radio, televisi, film, dan internet.
f.       Leksikon Komunikasi, pers berarti:
1.      usaha percetakan dan penerbitan
2.      usaha pengumpulan dan penyiaran berita
3.      penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio, dan televisi


2. Fungsi Pers dalam masyarakat yang demokratis
Pers sebagai “watchdog” yaitu mata dan telinga, pemberi isyarat, pemberi tanda-tanda dini, pembentuk opini atau pendapat, dan mengarah agenda masa depan.
Pada pasal 3 UU No.40 Tahun 1999 tentang pers, disebutkan bahwa fungsi pers adalah sebagai berikit:
1)    Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
2)    Disamping fungsi-fungsi tersebut, pers nasional dapat berfungsi sebahgai lembaga ekonomi.
Penjelasan :
A. Fungsi Informasi :  menyajikan informasi karena masyarakat memerlukan informasi tentang berbagai hal yang terjadi di masyarakat, dan Negara.
B. Fungsi Pendidikan : sebagai sarana pendidikan massa (mass education), maka pers situ memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya.
C. Fungsi Hiburan : hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat pers untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot.  Hiburan dapat berupa cerpen, cerita bergambar, cerita bersambung, teka-teki silang, pojok, karikatur.
D. Fungsi Kontrol Sosial : adalah siukap pers dalam melaksanakan fungsinya yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok dengan maksud memperbaiki keadaan melalui tulisan.  Tulisan yang dimaksud memuat kritik baik langsung atau tidak langsung terhadap aparatur Negara, lembaga masyarakat. 
E. Fungsi sebagai Lembaga Ekonomi : Pers adalah sebuah berusahaan yang bergerak di bidang penerbitan.  Pers memiliki bahan baku yang diolah sehingga menghasilkan produk yang namanya  “berita” yang diminatai masyarakat dengan nilai jual tinggi.  Semakin berkualitas beritanya maka semakin tinggi nilai jualnya.  Pers juga menyediakan kolom untuk iklan.  Pers membutuhkan biaya untuk kelangsungan hidupnya.

          Fungsi Pers menurut Mochtar Lubis :

a. Fungsi pemersatu, yaitu memperlemahkan kecendrungan perpecahan
b. Fungsi pendidik, yang memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di samping menemukan beberapa kemajuan iptek itu dapat dimanfaatkan untuk mencapai kesejahteraan material dan spiritual.
c. Fungsi publik watch dog atau penjaga kepentingan umum
d. Fungsi menghapus mitos dan mistik dan kehidupan politik negara berkembang
e. Fungsi sebagai forum untuk membicarakan masala-masalah politik yang dihadapkan oleh negara-negara yang dihadapkan bersama dapat dipecahkan

Menurut Kusman Hidayat dalam tulisanya yang berjudul ”Dasar-dasar Jurnalistik/Pers” ada 4 fungsi sebagai berikut :
1)        Fungsi pendidik
2)        Fungsi penghubung
3)        Fungsi pembentuk pendapat umum
4)        Fungsi kontrol

Undang-Undang No. 40/1999 mengatur tentang Pers.

Unsur-unsur yang berkaitan dengan perkembangan Pers di Indonesia
1. Perusahaan Pers
- Perusahaan media cetak
- Prusahaan media elektronik
- Perusahaan media lainnya
- Kantor berita
2. Wartawan
Ialah orang yang secara teratur melaksanakan jurnalistik
3. Organisasi Pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers
Contoh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia)
              AJI (Aliansi Jusnalis Independent).

Landasan Hukum Pers Indonesia

 a.  Pasal 28 UUD 1945
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang- undang”.
           b.  Pasal 28 F UUD 1945
        “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
     c.  Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
         Lebih rincinya lagi terdapat pada Piagam Hak Asasi Manusia, Bab VI, Pasal 20 dan 21 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20 : “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya”.
Pasal 21 : “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
  d.  Undang-Undang No. 39 Tahun 2000 Pasal 14 Ayat 1 dan 2 tentang Hak Asasi Manusia     
(1) “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya”.
(2) “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia”.
e.  Undang-undang No. 40 Tahun 1999 dalam Pasal 2 dan Pasal 4 ayat 1 tentang pers   
Pasal 2 berbunyi, “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum”.
Pasal 4 Ayat 1 berbunyi, “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”.


3.1.2. PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA

Dr. Krisna Harahap membagi periode perkembangan pers di Indonesia menjadi lima, yaitu :
1)    Era Kolonial sampai dengan tahun 1945.
2)    Era demokrasi Liberal, tahun 1949 - 1959.
3)    Era Demokrasi terpimpin, tahun  1959 - 1966.
4)    Era Orde Baru, tahun 1966 - 1998.
5)    Era reformasi, tahun 1998 - Sekarang.

A. Era Kolonial atau Masa Penjajahan Belanda dan Jepang ( Sampai dengan tahun 1945)
                   Belanda membuat UU untuk membendung pengaruh pers, antara lain Persbreidel Ordonantie, yang memberikan hak kepada pemerintah  penjajah Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar/majalah Indonesia yang dianggap berbahaya.  KemudianHaatzai Atekelen, adalah pasal yang memberi ancaman hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belandaatau sejumlah kelompok penduduk di Hindia Belanda.
          Di Zaman pendudukan Jepang yang totaliter dan fasistis, orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya tetapi melalui organisasi keagamaan, pendidikan, politik, sebab kehidupan pers pada zaman Jepang sangat tertekan.
          Beberapa hari setelah teks proklamasi dikumandangan oleh Bung Karno, telah terjadi perebutan terhadap perusahaan Koran Jepang, seperti Soeara Asia di Surabaya, Tjahaja di Bandung, dan Sinar Baroe di semarang.  Koran-koran tersebut pada tanggal 19 Agustus 1945 memuat berita sekitar Kemerdekaan Indonesia, Teks Proklamasi, Pembukaan UUD, Lagu Indonesia Raya.  Sejak saat itu Koran dijadikan alat mempropagandakan kemerdekaan Indonesia, walaupun masih mendapat ancaman dari tentara Jepang.


          B.  Era Demokrasi Liberal (1945 – 1959)
             Di era demokrasi liberal, landasan kemerdekaan pers adalah Konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950.  Pada pasal 19 Konstitusi RIS 1949, disebutkan  “Setiap orang bethak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat”.  Kemudian pasal ini juga di cantumkan di dalam UUD Sementara 1950.
             Awal pembatasan terhadap kebebasan pers adalah efek samping dari keluhan wartawan lokal terhadap pers Belanda dan Cina, oleh karena itu Negara mencari cara untuk membatasi penerbitan asing di Indonesia, sebab pemerintah tidak ingin membiarkan ideologi asing merongrong UUD, sehingga pemerintah mengadakan pembreidelan pers namun tidak hanya kepada pers asing saja.
             Tindakan pembatasan pers terbaca dalam artikel Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan, Ruslan Abdulgani, antara lain….”khusus di bidang pers beberapa pembatasan perlu dilakukan atas kegiatan-kegiatan kewartawanan orang-orang asing….”

           C.  Era Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)
              Beberapa hari setelah Dekrit Presiden yang menyatakan kembali ke UUD 1945, tindakan penekanan pers terus berlangsung, yaitu penutupan  Kantor Berita PIA, Surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po yang dilakukan oleh penguasa perang Jakarta.
              Upaya dalam membatasi kebebasan pers tercermin dalam pidato Menteri Muda Penerangan yaitu Maladi dalam sambutan ketika HUT Kemerdekaan RI ke – 14, menyatakan “…Hak kebebasan individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat.  Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin UUD 1945 harus ada batasnya: keamanan Negara, kepentingan bangsa, moral, dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan YME”.
              Pada awal tahun 1960, penekanan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Penerangan Maladi, bahwa akan dilakukan langkah-langkah tegas terhadap surat kabar, majalah-majalah, kantor-kantor berita yang tidak mentaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional.  Para wartawan harus mendukung politik pemerintah dan pengambialihan percetakan oleh pemerintah.

          D. Era Orde Baru ( 1966 – 1998)
                             Pemerintahn Orde Baru mencetuskan Pers Pancasila dengan membuang jauh praktik penekanan pers di masa Orde Lama.  Pemerintah orde baru sangat mementingkan pemahaman tentang Pers Pancasila.  Menurut rumusan  Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984), yang dimaksud Pers Pancasila , adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. 
                             Hakekat Pers Pancasila, adalah pers yang sehat dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan obyektif, penyalur aspirasi rakyat, kontrol sosial yang konstruktif.
                             Kebebasan ini di dukung dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 11 tahun 1966, yang menjamin tidak ada sensor dan pembreidelan dan setiap warga Negara punya hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin usaha penerbitan Pers (SIUPP).
                             Kebebasn pers ini hanya berlangsung sekitar 8 tahun, sebab dengan terjadinya “Peristiwa Malari” (Peristiwa Lima Belas Januari 1974) disinyalir disebabkan berita-berita yang terlalu bebas tanpa sensor yang menyiarkan berbagai hal yang dapat menyulut emosi mahasiswa untuk melakukan demontrasi pada pemerintah orde baru.  Oleh karena itu beberapa surat kabar dilarang terbit termasuk Kompas dan di ijinkan terbit kembali setelah permintaan maaf. Para wartawan diingatkan untuk mentaati kode etik jurnalistik.
                             Pers setelah peristiwa malari cenderung pers yang mewakili penguasa, pemerintah atau Negara, pers tidak menjaankan fungsi kontrol sosialnya dengan kritis, mirip dengan di masa demokrasi terpimpin, hanya bedanya di masa Orde Baru, pers dipandang sebagai institusi politik yang harus diatur dan dikontrol.

           E. Era reformasi (1998 – sekarang )
                             Kalangan pers dapat bernafas lega ketika di era reformasi ini mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 40 tahun 1999 tentang pers.  Dalam UU pers tersebut dijamin bahwa kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga Negara (pasal 4).  Jadi tidak perlu surat ijin usaha penerbitan pers (SIUPP).  Dalam UU ini juga dijamin tidak ada penyensoran, pembreidelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana bunyi pasal 4 (ayat 2).
                             Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan memiliki hak tolak, yaitu wartawan  utuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.  Tujuan Hak Tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi.  Hak itu dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan pejabat penyidik atau menjadi saksi di pengadilan.  Tapi hak tolak tidak berlaku atau dapat dibatalkan demi keamanan, keselamatan Negara, atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan, seperti teroris, pemberontak, penjahat, dll.
                             Dengan adanya kebebasnan pers maka tantangan terberat adalah datang dari kebebasan pers itu sendiri, artinya sanggupkah seorang wartawan atau sebuah perusahaan penerbitan untuk tidak menodai arti kebebasan itu dengan tidak menerima pemberian atau godaan-godaan material yang berhubungan dengan sebuah berita atau publikasi sebuah berita.



       3.1 .3. PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRATIS
Pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 disebutkan peran pers meliputi hal-hal berikut. 

a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Hal ini dilakukan melalui transfer informasi dalam berbagai bidang (ekonomi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya). 
b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi. 
c. Mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM). 
d. Menghormati kebhinekaan. 
e. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar. 
f. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentinga.1 umum. g. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran

Sedangkan menurut Jacob Oetama, dalam konteks masyarakat Indonesia pers mempunyai peranan khusus sebagai berikut :
1.      Tugas untuk memperkuat dan mengkreatifkan konsensus-konsensus dasar nasional.
2.       Pers perlu mengenali masalah-masalah sosial yang peka dalam masyarakatnya.
3.      Pers perlu menggerakan prakarsa masyarakat, memperkenalkan usaha-usahanya sendiri, dan menemukn potensi-potensi yang kreatif dalam usaha memperbaiki perikehidupannya.
4.      Pers menyebarluaskan dan memperkuat rasa mampu masyarakat untuk mengubah nasibnya.
5.      Kekurangan, kegagalan, serta korupsi dilaporkan bukan untuk merusak dan membangunkan pesimin, tetapi untuk koreksi dn membangkitkn kegairahan dan selalu melangkah maju.

Prinsip-Prinsip Pers 

Demi eksistensi pers dalam menjalankan fungsi dan perannya, pers harus memperhatikan prinsip-prinsip berikui ini. 

a.  Idealisme, artinya cita-cita, obsesi, atau sesuatu yang terus dikejar untuk dijangkau dengan segala daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan norma profesi yang berlaku serta diakui oleh masyarakat dan negara. 
b. Komersialisme, artinya pers harus mempunyai kekuatan untuk mencapai cita-cita dan keseimhangan dalam mempertahankan nilai-nilai profesi yang diyakininya. 
c.  Profesionalisme, paham yang menilai tinggi keahlian profesional khususnya atau kemampuan pribadi pada umumnya, sebagai alat utama untuk mencapai keberhasilan.

 Peranan pers dalam kehidupan masyarakat yang demokratis adalah antara lain:

1.      Sebagai saluran informasi kepada masyarakat
Pers berperan untuk mencari dan menyebarkan berita – berita secara cepat dan luas kepada masyarakat. Pers menjadi sarana informasi antar kelompok – kelompok masyarakat
2.      sebagai saluran debat public dan opini politik
Pers berperan sebagai sarana komunikasi dari bawah keatas atau dari masyarakat ke Negara. Masyarakat luas dapat menyampaikan beragam aspirasi, pendapat, kritik, saran maupun usul melalui pers.
3.      Saluran untuk transparasi mengenai masalah – masalah public
Pers menjadi sarana mengungkap masalah – masalah public secara luas. Misalnya kebijakan pejabat, pembangunan, birokrasi, program, mekanisme, dan usaha – usha pemerintah kepada masyarakat. Dengan peran ini transparasi akan terwujud
4.      Saluran program pemerintah dan kebijakan public kepada masyarakat
Dengan perantaraan pers maka program, keputusan, kebijakan dan peraturan – peraturan baru dari pemerintah semakin cepat sampai kepada masyarakat
5.      Saluran pembelajaran kepada masyarakat
Pers memberikan pendidikan, wawasan pengetahuan dan mencerdaskan masyarakat. Masyarakat yang secara kontinu mencari dan mendapatkan berita dari pers akan semakin luas ilmu, wawasan dan pengetahuannya.

3.2 MENGANALISIS PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK JURNALISTIK DALAM MASYARAKAT DEMOKRATIS DI INDONESIA

3.2.1. PENGERTIAN KODE ETIK JURNALISTIK
Kode adalah sistem pengaturan – pengaturan (system of rules). Etik adalah norma perilaku, suatu perbuatan dikategorikan etis apabila sesuai dengan aturan yang menuntun perilaku baik manusia. Sedangkan jurnalistik adalah profesi dalam kegiatan tulis menulis berita atau kewartawanan. Kode etik ialah norma yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai pedoman tingkah laku.
Kode etik merupakan himpunan etika profesi kewartawanan dan ditetapkan oleh dewan pers. Etika pers adalah etika semua orang yang terlibat dalam kegiatan pers, terdiri dari kewajiban pers, baik dan buruknya, pers yang benar dan pers yang mengatur tingkah laku pers.
Sumber etika pers adalah keadaan moral pers mengenai pengetahuan baik dan buruk, benar dan salah, serta tepat dan tidak tepat bagi orang – orang yang terlibat dalam kegiatan pers.
Kode etik jurnalistik adalah sejumlah aturan dasar yang mengikat seluruh profesi kewartawanan dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai wartawan.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 1, Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.

    3.2.2. KODE ETIK JURNALISTIK DALAM MASYARAKAT DEMOKRATIS DI INDONESIA
Undang – undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers mengatur tentang pers yang bebas dan bertanggung jawab.
kode etik jurnalistik dalam masyarakat demokratis

Pertanggung jawaban insan pers ( Wartawan )
Kebebasan pers memiliki hubungan yang erat dengan fungsi pers  dalam masyarakat demokratis.  Pers adalah salah satu kekuatan demokrasi terutama kekuatan untuk mengontrol dan mengendalikan jalannya pemerintahan.
Berfungsi menyediakan informasi dan alternative serta evaluasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam partisipasinya dalam proses penyelenggaraan Negara

Cara pemberitaan dan meyatakan pendapat
            Seorang wartawan hendaknya menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan berita dan tulisan, dengan meneliti kebenaran dan akurasinya sebelum menyiarkannya serta harus memperhatikan kredibiltas sumbernya.

            Di dalam menyusun suatu berita hendaknya dibedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat (opini) sehingga tidak mencampurbaurkan antara keduanya, termasuk kedalamnya adalah obyektifitas dan sportifitas berdasarkan kebebasan yang bertanggung jawab.

      Penyiaran suatu berita yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, desas-desus, hasutan yang dapat membahayakan keselamatan bangsa dan negara, fitnahan, pemutarbalikan suatu kejadian adalah merupakan pelanggaran berat terhadap profesi jurnalistik.
Menanggapi besarnya kesalahan yang dapat ditimbulkan dari proses/cara pemberitaan serta menyatakan pendapat di atas, maka dalam kode etik jurnalistik diatur juga mengenai hak jawab dan hak koreksi, dalam artian bahwa pemberitaan/penulisan yang tidak benar harus ditulis dan diralat kembali atas keinsafan wartawan yang bersangkutan, dan pihak yang merasa dirugikan wajib diberi kesempatan untuk menjawab dan memperbaiki pemberitaan dimaksud.

Sumber Berita
Seorang wartawan diharuskan menyebut dengan jujur sumber pemberitaan dalam pengutipannya, sebab perbuatan mengutip berita gambar atau tulisan tanpa menyebutkan sumbenya merupakan suatu pelanggaran kode etik. Sedang dalam hal berita tanpa penyebutan sumbernya maka pertanggung jawaban terletak pada wartawan dan atau penerbit yang bersangkutan.

Kekuatan kode etik
Kode etik dibuat atas prinsip bahwa pertanggung jawaban tentang penataannya berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia. Dan bahwa tidak ada satupun pasal dalam kode etik (jurnalistik) yang memberi wewenang kepada golongan manapun di luar PWI untuk mengambil tindakan terhadap seorang wartawan Indonesia atau terhadap penerbitan pers. Karenanya sanksi atas pelanggaran kode etik adalah hak yang merupakan hak organisatoris dari PWI melalui organ-organnya.



Pasal – pasal yang mengatur tentang kebebasan pers antara lain;
Kemerdekaan pers, Pasal 2 Undang – undang nomor 40 tahun 1999 menyebutkan ;”kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip – prinsip demokrasi, keadilan dan supermasi hukum”
Kemudian pada pasal 4 ayat (1) dinyatakan :”Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara.” Ayat (2) berbunyi “ terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Dan ayat (3) : berbunyi “ untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Selanjutnya pada ayat (4) disebutkan “dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan didepan hukum, wartawan mempunyai hak tolak”.
Pasal 7 ayat (1) ; wartawan bebas memilih organisasi wartawan
Pasal 8 : Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum
Pasal 9 ayat (1): Setiap warga Negara Indonesia dan Negara berhak mendirikan perusahaan pers.
Pasal 18 ayat (1) ; Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibatkan menghambat atau menghalangi perlaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua ) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Dalam pembukaan Kode Etik Jurnalistik PWI, juga disinggung hubungan pers dengan Negara hukum sebagaimana tertulis dalam alinea kedua kalimat pertama: Negera RI adalah Negara berdasarkan atas Negara hukum. Oleh karena itu, seluruh wartawan Indonesia menjunjung tinggi konstitusi dengan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab.
Kalau warga Negara didalam melaksanakan kebebasan persnya diduga melanggar hukum, pemerintah dapat mengajukannya kesidang pengadilan. Pihak yang berwenang untuk menetapkan apakah seseorang apakah seseorang telah melanggar hukum adalah pengadilan, bukan pemerintah.

Sistem Pers Indonesia
         Sistem pers merupakan subsistem dari sistem komunikasi, sedangkan sistem komunikasi itu sendiri merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan (sistem sosial). Sistem komunikasi adalah sebuah pola tetap tentang hubungan manusia yang berkaitan dengan proses pertukaran lambang-lambang yang berarti untuk mencapai saling pengertian dan saling mempengaruhi dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat yang harmonis.
Ciri khas sistem pers adalah, sebagai berikut  :
                               i.     Integrasi (integration)
                              ii.     Keteraturan (regularity)
                            iii.     Keutuhan (Wholeness)
                           iv.     Organisasi (Organisasion)
                             v.     Koherensi (coherensi)
                            vi.     Keterhubungan (Connectedness), dan
                          vii.     Kesaling ketergantungan (interdependence) dari bagian-bagiannya.
Kode Etik Jurnalistik dan Tanggung Jawab Profesi Kewartawanan
Media masa pers berperan membina dan mengembangkan pendapat umum (opini publik), menumbuhkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat secara positif dan konstruktif, serta mengembangkan komunikasi timbal balik antara sosial masyarakat. Lebih jauh lagi media massa pers ikut pula berperan dalam menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan sistempolitik demokrasi.
Penerapan pers yang bebas dan bertanggung jawab dikembangkan dan dibina dalam suasana yang harmonis terhadap lingkungan, serta merangsang timbulnya kreativitas, bukan sebaliknya adengan menimbulkan keterangan-keterangan yang bersifat antagonis.
Kehidupan pers nasional Indonesia merupakan produk dari sistem nilai berlaku dalam masyarakat yang diproyeksikan ke dalam bidang kegiatan pers. Maka dalam menjelaskan peranannya, pers sebagai salah satu modal bangsa menggunakan aturan main (rules of the game) pers nasional, sebagai berikut. : Falsafah Pancasila (Pembukaan UUD 1945)
2. Landasan Konstitusi      : Undang-undang Dasar 1945
3. Landasan  Yuridis            : Undang-undang Pokok Pers
4. Landasan Profesional     : Kode Etik Jurnalistik
5. Landasan Etis                   : Tata nilai yang berlaku dalam masyarakat.

3.2.3 . CONTOH PENYIMPANGAN KODE ETIK JURNALISTIK DARI BERBAGAI MEDIA

Dewa Pers memandang, perlu di susun kode praktik yang berlaku bagi media untuk mempraktikkan standarisasi kerja jurnalistik yang melputi sebagai berikut :
1.      Privasi
a.       Penggunaan kamera lensa panjang untuk memotret seseorang di wilayah privasi tanpa seizin yang bersangkutan tidak dibenarkan
b.      Redaksi harus menjamin wartawannya mematuhi ketentuan tersebut, tidak menerbitkan bahan dari sumber – sumber yang tidak memenuhi ketentuan tersebut.
c.       Wartawan tidak boleh bertahan di kediaman narasumber yang telah memintanya meninggalkan tempat, termasuk tidak membuntuti narasumber itu.
d.      Setiap orang berhak dihormati privasinya, keluarga, rumah tangga, kesehatan, dan kerahasiaaan surat – surat. Menerbitkan di atas tanpa izin.
2.      Diskriminasi
a.       Pers menghindari penulisan yang mendetail tentan ras seserang, warna kulit, agama, kecenderungan seksual, dan terhadap kelemahan fisik dan menta.
b.      Pers menghindari prasangka atau sikap merendahkan seseorang berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, atau kecenderungan seksual, terhadap kelemahan fisik dan mental, penyandang cacat.
3.      Akurasi
a.       Pers tidak menerbitkan informasi yang kurang akurat
b.      Pers wajib membedakan antara komentar, dugaan, dan fakta
4.      Liputan Kriminalitas
a.       Pers tidak boleh mengidentifikasi anak – ank di bawah umur yang terlibat dalam kasus serangan seksual
b.      Pers menghindari identifikasi keluarga dan teman yang di tuduh atau disngka melakukan kejahatan tanpa seiizin mereka
5.      Pornografi
Pers tidak menyiarkan informasi dan produk visual yang diketahui menghina atau melecehkan perempuan.
6.      Sumber Rahasia
Pers memiliki kewajiban moral untuk melindungi sumber sumber informasi rahasia atau konfidensial.
7.      Hak Jawab dan Bantahan

Contoh Penyimpangan kode Etik Jurnalistik adalah apabila seorang jurnalis tidak mematuhi Kode Etik aliansi jurnalistik independen (AJI) , yaitu antara lain:

1. Jurnalis Tidak menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Jurnalis tidak  mempertahankan prinsip – prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar
3. jurnalis tidak  memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya
4. Jurnalis tidak melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya
5. jurnalis menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat
6. Jurnalis tidak menggunakan cara – cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen
7. Jurnalis tidak menghormati hak narasumber untuk memberi informasi latar belakang, off the recod, dan embargo tindak pidana di bawah umur.
8. Jurnalis tidak segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat
9. Jurnalis tidak menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana dibawah umur
10. Jurnalis tidak menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/ sakit mental atau latar belakang social lainnya.
11. Jurnalis tidak menghormati privasi, kecuali hal – hal itu bias merugikan masyarakat
12. Jurnalis  menyajikan berita dengan menggambar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisik dan seksual
13. Jurnalis memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi
14. Jurnalis  menerima sogokan
(catatan : yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik)
15. Jurnalis  menjiplak
16. Jurnalis tidak  menghidari fitnah dan pencemaran nama baik
17. Jurnalis tidak  menghindari setiap campur tangan pihak – pihak yang menghambat pelaksanaan prinsip prinsip di atas.
18. Kasus – kasus yang berhubungan dengan kode etik tidak diselesaikan oleh Majelis Kode Etik



3.2.4. UPAYA PEMERINTAH DALAM MENGENDALIKAN KEBEBASAN PERS

Upaya-upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan Pers yaitu,
1.Pembuatan Undang-undang Pers
2. Memfungsikan Dewan Pers sebagai pembina pers nasional
3. Penegakan supremasi hukum
4. Sosialisasi dan peningkatan kesadaran Rakyat dan Hak-Hak Asasi Manusia

Upaya pemerintah dalam kebebasan pers 
Regulasi :
·   UU No.9 th.1998
·   UU No.40 th.1999
·   UU No.32 th.2002

Lembaga :
·   PWI
·   KPI
·   Dewan Pers


Kebebasan Pers
Kebebasan pers bukanlah kebebasan yang tidak ada batasnya. Batasannya adalah kebebasan dari pihak-pihak lain. Pers yang bebas dan mandiri tidak boleh melanggar batas-batas privasi, melanggar hak asasi pribadi pihak lain. Pers dalam negara demokrasi perlu memiliki tanggung jawab dalam pemberitaannya, bertanggung jawab terhadap public tentang apa yang telah diberitakan. Pers yang memberitakan sesuatu secara tidak benar dapat dituntut oleh pihak public yang merasa dirugikan oleh pemberitaannya. Tidak jarang berbagi pemberitaan yang dianggap merugikan dituntut, digugat bahkan didemo oleh masyarakat. Masyarakat berhak melakukan penilaian dan menguji terhadap setiap pemberitaan dari media massa. Penyelesaian terhadap pers yang bermasalah dilakukan melalui jalur hukum. Kebebasan yang bertanggung jawab dari media massa pada akhirnya bergantung pada independensi dan profesionalisme para pekerjannya.


Kebebasan berbicara dan memperoleh informasi merupakan salah satu hak asasi manusia. Hak asasi tersebut selanjutnya dijamin dalam ketentuan perundangan dan merupakan hak setiap warga negara. negara Indonesia telah menjamin pemenuhan hak kebebasan berbicara dan informasi tersebut.
Jaminan akan hak di atas diatur dalam :
1.    Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi:
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
2.    Pasal 28 F UUD 1945 yang berbunyi:
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
3.   Tap MPR No XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yaitu dalam  piagam Hak Asasi manusia, Bab VI, pasal 20 dan 21, yang berbunyi :
(20) : Setiap orang berhak untuk mengkomunikasikan dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan  sosialnya.
(21) : Setiap orang berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan , mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia
4.   Undang-undang Hak Asasi Manusia No 39 Tahun 2000 pasal 14 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
(1)   : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
(2)    : Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
5.   Undang-undang Pers No 40 Tahun 1999 dalam Pasal 2 dan pasal 4 ayat 1 sebagai berikut :
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 4
(1)   Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
Dengan adanya jaminan akan hak kebebasan berbicara dan informasi tersebut maka warga negara mendapat perlindungan hukum serta bebas dari ancaman dan ketakutan dari pihak lain untuk berbicara dan mendapatkan informasi. Pemerintah Indonesia bertanggungjawab untuk menlakukan penegakan dan jaminan akan pelaksanaan hak-hak di atas. Salah satu media bagi penyaluran kebebasan berbicara dan mendapatkan informasi adalah pers atau media massa. Agar dapat melakukan peranannya sebagai media penyaluran hak kebebasan berbicara dan informasi, maka perlu adanya kebebasan pers.

3.3. MENEVALUASI KEBEBASAN PERS DAN DAMPAK PENYALAH GUNAAN KEBEBASAN MEDIA MASSA DALAM MASYARAKAT DEMOKRATIS DI INDONESIA

3.3.1. MANFAAT PERS DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DEMOKRATIS DI INDONESIA

Manfaat pers dalam kehidupan masyarakat demokratis di Indonesia antara lain sebagai berikut:
a. Memperkuat dan mengkreatifkan konsensus-konsensus dasar nasional.
b. Pers dapat mengenali masalah-masalah sosial yang peka dalam dalam mesyarakat.
c. Pers dapat menyuarakan prakasa masyarakat, memperkenalkan usaha-usahanya sendiri menemukan potensi-potensi yang kreatif dalam usaha memperbaiki peri kehidupannya.
d. Pers menyebarluaskan dan memperkuat rasa mampu masyarakat untuk mengubah nasibnya sendiri.
e. Kekuarangan,kegagalan, serta korupsi dilaporkan bukan merusak dan membangunkan rasa pesimis, tetapi untuk koreksi dan membangkitkan kegairahan dan selalu melangkah maju. 

Negara kita sebagai negara berkembang, menerima dan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan tuntutan zaman dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan.
Selaku bangsa yang memiliki kepribadian Pancasila, kita memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi harus selaras dengan kepribadian bangsa kita yaitu sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Kita harus memanfaatkan  segala ilmu teknologi dan informasi yang kita miliki untuk :
 a. memajukan taraf hidup kita.
 b. meningkatkan harkat dan martabat sebagai bangsa yang ber Pancasila.
 c. memajukan kesejahteraan hidup bangsa.

3.3.2. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa/ Pers
Kita hidup di era globalisasi dengan kemajuan alat komunikasi, terutama kemajuan di bidang media elektronika (misalnya internet, facsimile, handphone, televise , radio, tape recorder), sehingga kita tidak kenal batas Negara, bangsa, budaya, dan politik. Tentu saja media elektronika tersebut mempunyai dampak positif (membawa ke dunia kemaksiatan, misalnya narkotika, dekadensi, moral kekerasan, dan memecah keutuhan bangsa dan Negara)
Adapun dampak penyalahgunaan kebebasan media massa, antara lain :
   1).    Menimbulkan keguncangan dalam masyarakat yang apabila tidak segera ditanggulangi, tidak mustahil akan membawa disintegrasi bangsa
2).    Menimbulkan bahaya bagi keselamatan bangsa dan Negara
3).    Kritik yang tidak sesuai fakta, sensasional, dan tidak bertanggungjawab  akan menimbulkan fitnah

Dampak negatif dari penyalahgunaan kebebasan media masa dapat secara intern dan ekstern :

 Secara Intern
a.         Pers tidak obyektif, menyampaikan berita bohong lambat atau cepat akan ditinggal oleh pembacanya
b.        Ketidaksiapan masyarakat untuk menggunakan hak jawab menimbulkan kejengkelan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers akan melakukan tindakan yang anarkis dengan merusak kantor, bahkan tindakan fisik terhadap wartawan yang memberitakan.

Secara Ekstern
a.         Mempercepat kerusakan ahklak dan moral bangsa
b.         Menimbulkan ketegangan dalam masyarakat
c.         Menimbulkan sikap antipati dan kejengkelan terhadap pers
d.         Menimbulkan sikap saling curiga dan perpecahan dalam masyarakat
e.         Mempersulit diadakannya islah/merukunkan kembali kelompok masyarakat yang sedang konflik


Bentuk – bentuk penyalahgunaan media massa :
2.      Penyiaran berita yang tidak memenuhi kode etik jurnalistik
3.      Peradilan oleh pers
4.      Membentuk opini yang menyesatkan
5.      Tulisan – tulisan yang tidak benar, fitnah, provokasi
Misalnya.
1. Nilai Ketuhanan dan agama
a.       Penghinaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dilarang
b.      Pelanggaran terhadap hukum – hukum agama dilarang tanpa memperhatikan hukumnya
c.       Tidak boleh mencomooh agama / kepercayaan apapun
d.      Upacara – upacara keagamaan harus disajikan dengan penuh khitmat
2. Hal – hal yang kejam
Adegan – adegan kejam dan keji yang berlebih – lebihan dan diluar batas perikemanusiaan tidak boleh dipertontonkan. Hal ini mencakup semua bentuk kekerasan fisil, penyiksaan , dan kesewang – wenangan yang disajikan secara mendetail dan berkepanjangan

2.      Mengenai Obat Bius/ obat terlarang.
Pemakaian obat bius (narkotika) yang sudah mencandu atau pengedaran jenis – jenis obat yang dapat mengakibatkan kecanduan tidak boleh ditayangkan.
a.       Hal – hal yang mendorong, merangsang, atau membenarkan pemakaian dari obat – obatan tersebut
b.      Dapat memberi tekanan secara visual atau lewat dialog pada kenyamanan temporer sebagai akibat dari pemakaian obat  obatan tesebut
c.       Memberikan kesan seakan – akan kecanduan obat bius adalah kebiasaan yang dapat disembuhkan secara cepat dan mudah
d.      Memperlihatkan secara mendetail dengan cara apa obat bius tersebut dapat diperoleh dan digunakan.

3.      Perasaan Nasionalisme
a.       Penggunaan bendera nasional harus disertai penghormatan yang sepatutnya
b.      Sejarah lembaga – lembaga, orang – orang terkemuka, dan kewarganegaraan dari semua bangsa harus disajikan denga tidak memihak
c.       Tidak boleh memproduksi film yang dapat membakar  fasisme agama atau rasa benci di antara orang – orang dari berbagai bangsa, agama yang berlainan paham, atau dari asal usul berlainan, pemakaian kata – kata yang merusak perasaan juga harus dihindarkan.
4.      Pemakaian judul film
Pemilihan film hendaknya tidak menggunakan :
a.       Judul – judul yang tidak senonoh, tidak pantas, kotor, atau yang tidak sopan;
b.      Judul – judul yang melanggar persyaratan dan yang telah ditentukan oleh kode etik.
Perkembangan pers dalam tahun 2000-an berjalan cepat dan penyebarannya bertambah intensif, terutama berkat adanya perkembangan teknologi komunikasi. Dalam menghadapi masalah – masalah dan tantangan yang muncul saat ini. Pers Indonesia semakin dituntut untuk mampu berperan dalam mempersiapkan masyarakat kearah kemandirian dn kehidupan global


                                                                        Daftar Pustaka


http://jenghastuti.blogspot.com/2011/12/modul-pkn-xii-smt-genap-hastuti.html
http://www.google.co.id

















By : Nur Utami
SMKN 1 Somba Opu
Makassar








Comments